Oleh: M. LILI NUR AULIA

Jika kita tahu ini jalan perjuangan, maka perjuangan memiliki makna kesungguhan, keseriusan, pengorbanan. Tidak ada harapan yang bernuansa menerima di sini. Kecuali berharap menerima balasan dari-Nya semata. Jalan ini, memang bukan jalan biasa. Hanya ada memberi, dan memberi. Memberi apa yang kita bisa, mengorbankan apa yang kita bisa korbankan. Bersyukurlah bila masih ada orang yang mau diberi, oleh kita. Bersyukurlah bila kita masih diminta untuk memberi. Bersyukurlah bila kita diberi ruang untuk bisa berkorban lebih banyak, di jalan ini. Jalan Allah swt.[/button]

Saudaraku,

Modal terbesar kita di sini adalah, keikhlasan. Itulah inti kekuatan kita, dalam berjalan beramal, berjuang di sini. Sebuah kata yang kerap kita dengar, tapi sangat jarang mendapati wujudnya dalam hidup ini. Karena keikhlasan memang sifat yang paling sulit diwujudkan. Al Juneid mengatakan, ”Keikhlasan itu adalah rahasia antara Allah dan seorang hamba. Tidak diketahui oleh Malaikat sehingga tidak bisa ditulis, tidak diketahui oleh syaitan sehingga tidak bisa dirusak oleh syaitan. Juga tidak juga bisa dikenali hawa nafsu sehingga tidak bisa disimpangkan oleh nafsu.

Artinya, keikhlasan tidak bisa dibuat-buat, direkayasa, dikendalikan, atau dirasa-rasakan. Ia telah muncul begitu saja di dalam diri kita, lalu mengalir dalam darah dan menguasai jiwa. Dan karenanya, mengendalikan jiwa itu menjadi suatu pekerjaan yang sangat sulit bagi salafushalih. Dalam kitab Ihya Ulumiddin, Al Ghazali mengutip ungkapan Sahl bin Abdullah At Tusturi, ketika ditanya, ”Apakah yang paling berat dilakukan oleh jiwa?” Ia mengatakan, ”Keikhlasan, karena jiwa tidak mempunyai bagian untuk mengendalikannya.”

Dalam banyak uraian tentang keikhlasan. Para ulama banyak yang memberi definisi ikhlas. Kian mencari kandungan dan makna Ikhlas, akan semakin sulitlah kita menerapkannya. Sebut saja salah satu definisi keikhlasan yang disebut para ulama, “Keikhlasan itu adalah berusaha melindungi amal yang dilakukan dari pengetahuan makhluk, termasuk dari pengetahuan dirimu sendiri….” Atau, juga pendapat Fudhail bin Iyadh: “Meninggalkan amal karena manusia itu adalah riya, beramal karena manusia itu syirik. Ikhlas itu adalah bila engkau beramal dan engkau dilindungi Allah dari kedua kondisi tadi.” Ya’qub Al Makfuuf, “Orang yang ikhlash adalah yang menyembunyikan kebaikannya, sebagaimana ia menyembunyikan keburukannya.” Ibnu Taimiyah mengatakan, “Batas keikhlashan adalah seperti perkataan sebagian mereka, “Orang yang ikhlash adalah yang tidak peduli bila ia tidak dianggap di hati manusia demi kebaikan hatinya dengan Allah swt. Dan tidak suka bila orang lain mengetahui sedikit saja kebaikan dari apa yang dilakukannya.”[/button]

“Meninggalkan amal karena manusia itu adalah riya, beramal karena manusia itu syirik. Ikhlas itu adalah bila engkau beramal dan engkau dilindungi Allah dari kedua kondisi tadi.” Fudhail bin Iyadh

Bahkan yang lebih mendalam lagi, dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, “Barangsiapa yang bersaksi atas keikhlasan dirinya, maka keikhlasannya itu memerlukan keikhlasan. Indikator kekurangan orang yang ikhlash dalam keikhlasannya, sejauh mana ia merasakan dirinya ikhlash. Jika ia tidak lagi memandang dirinya ikhlash, berarti dialah seorang yang bikhlas dan ikhlash (mukhlishan mukhlishan). (Madarij As Saalikin, 2/91)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menceritakan Abu Hamid Al Ghazali pernah mendengarkan kata-kata hikmah yang menyebutkan bahwa barangsiapa yang berbuat ikhas semata-mata karena Allah selama empat puluh hari maka akan memancar hikmah dalam hati orang tersebut melalui ucapannya. Abu Hamid Al Ghazali mengatakan. “Maka aku berbuat ikhlas selama empat puluh hari, tapi ternyata tidak memancar apa-apa dariku, lalu aku sampaikan hal ini kepada sebagian ahli ilmu, di antara mereka mengatakan, “Sesungguhnya engkau ikhlas hanya untuk mendapatkan hikmah, dan bukan karena Allah semata….”

Saudaraku,

Terbayanglah betapa keikhlasan itu sulit sekali dimiliki. Betapa rumitnya keikhlasan itu. Muhammad bin Wasi’mengatakan, “Dahulu orang shalih ada yang menangis di sisi sahabatnya, tapi sahabatnya tidak tahu dia menangnis. Bahkan ada sorang suami yang menangis di waktu malam, sedangkan antara kepalanya dan kepala istrinya ada di atas satu bantal dan telah basah karena air mata. Tapi istrinya tidak tahu bila suaminya menangis.”

Mungkinkah kita memiliki keikhlasan? Tanpa bantuan Allah swt, kita tak bisa memilikinya. Itu sebabnya, Rasulullah saw selalu berdo’a, ”Wahai Yang Membolak Balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu. Wahai Yang Memalingkan hati, palingkanlah hatiku untuk taat kepada-Mu.” (HR. Muslim)

Saudaraku,

Jika kita ada di jalan perjuangan dakwah, maka keikhlasan itu memiliki definisinya sendiri seperti disampaikan Imam Hasan Al Banna rahimahullah. Ikhlash adalah bila seorang pejuang Muslim yang mengorientasikan perkataannya, amalnya, jihadnya semua untuk Allah swt dan mengharap ridha-Nya dan kebaikan pahalanya. Tanpa melihat pada perolehan harta, manfaat, penampilan, kedudukan, julukan, kemajuan atau kemunduran. Agar ia menjadi seorang yang ikhlas, menjadi bala tentara fikrah (ideologi) dan akidah (keyakinan), bukan bala tentara keinginan atau manfaat.”

Saudaraku,

Jalan dan melangkahlah terus. Jangan berhenti. Mungkin saja ada kebahagiaan, kenikmatan yang bisa menyenangkan kita di sini. Tapi itu tidak boleh menggeser dan menyimpangkan niat dan tujuan, hanya untuk Allah swt, untuk ridha-Nya, untuk dakwah-Nya. Ketka kita melangkah, berlari, diam, dan berbahagia di jalan ini, semuanya adalah untuk dan karena Allah swt.

Lalu, jika ada aral dan batu di jalan ini, mengganggu langkah. Jika ada cuaca dan suasana jalan ini terasa merongrong hati untuk berhenti. Bila ada peristiwa yang bisa melelehkan air mata dalam hati, kedukaan, atau luka, di jalan ini, tetaplah berjalan jangan berhenti. Kita akan terus berjalan di sini. Agar hanya Allah yang tahu… semua kepahitan dan luka itu, bagian dari persembahan, pengabdian, pengorbanan… untuk-Nya.. di jalan-Nya. Dengan itulah, kesulitan dan kepahitan menjadi nikmat dan kebahagiaan.

Karena kita di sini, adalah karena-Nya dan untuk-Nya.. bukan untuk siapa-siapa. Semoga kita ikhlas menerima dan menjalani semuanya…..

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini