Pengantar*

Sesungguhnya Syariat Islam telah mencapai puncak kesempurnaan, ketelitian dan tidak ada tandingannya. Apa yang difirmankan oleh Allah Swt., dalam Kitab-Nya, pada ayat terakhir turun, sudah cukup untuk menyifati hal ini, Allah  Swt. berfirman: (Dan pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu) [QS Al-Maidah : 3].

Islam telah sempurna tanpa kekurangan dan nikmat telah lengkap tanpa kekurangan dan syariat tidak menyisakan sedikitpun, baik kecil maupun besar, kecuali telah menjelaskan hukum serta cara berinteraksi dengannya. Allah Swt.  berfirman : (Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab “Al-Qur’an”). [QS Al-An’am : 38]. Dan Rasulullah Saw. bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Al-Arbadh bin Sariyah ra. : “Dan aku telah tinggalkan kalian di atas syariat yang jelas, malamnya bagai siang, tidaklah seseorang menjauhinya kecuali ia akan binasa”.[1]

Dan tidak diragukan bahwa kehidupan Rasulullah Saw. adalah cermin dan pengamalan dari seluruh hukum-hukum syariat, maka kita dapati hidup beliau sangat menakjubkan, yang mencakup segala hal yang elastis (Mutaghayyirat), yang kemungkinan juga akan dihadapi oleh tiap individu, kelompok atau umat secara keseluruhan.

Rasulullah Saw, dalam hidupnya telah berinteraksi dengan seluruh kelompok, yang mungkin juga kaum Muslimin akan berinteraksi dengan hal tersebut, Rasulullah juga telah melewati segala kondisi yang juga mungkin umat Islam akan melewatinya; baik kondisi perang, kondisi damai, hari-hari ketika kaya atau saat-saat miskin, waktu-waktu kuat atau saat berada dalam kondisi lemah.

cover buku seni interaksi Nabi dengan non-Muslim karya Dr. Raghib al-Sirjani

Sirah nabawiyah telah mengunggkap kemukjizatan ilahi yang jelas dan terang, dalam merangkai seluruh peristiwa. Yang tidak menutup kemungkinan, hal tersebut juga akan dihadapi oleh kaum muslimin, di setiap zaman atau di setiap tempat. Hal tersebut hanya dalam jangka 23 tahun saja telah tercapai petunjuk Rabbani (Taujih Rabbani) Yang Maha Bijaksana : (Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah). [QS Al-Ahzab : 33].

Sungguh Rasulullah telah berinteraksi dengan seluruh masalah dengan cara yang luar biasa dan sunah beliau telah mewariskan kepada kita harta karun yang luar biasa, dari seni berinteraksi, adab berhubungan. Dan prinsip-prinsip akhlak tercermin dari setiap sisi kehidupan beliau, sebagai unsur yang berpengaruh dalam setiap pilihan-pilihannya.

Maka setiap ucapan atau perbuatan, tidak lepas dari keagungan akhlak beliau, adab yang tinggi. Kemuliaan ini telah mencapai –dan tidak berlebihan- titik  kesempurnaan manusia. Hal ini dapat kita petik dari sabda Rasulullah Saw.: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.[2]

Beginilah, maka setiap sikap, peristiwa, ucapan dan reaksi, tidak lepas dari akhlak yang terpuji, hingga pada kondisi di mana akhlak sulit diterapkan sebagai unsur yang dominan, misalnya dalam perang dan politik, ketika menghadapi orang zalim dan fasik, orang yang memerangi kaum muslimin atau orang yang hendak berbuat makar kepada umat Islam.

Masalah dan dilema sebenarnya yang dihadapi oleh para politisi adalah ketika tindakan mereka harus sikron dengan norma-norma akhlak yang mulia atau sesuai dengan norma kemanusiaan. Tetapi orang yang mempelajari sirah nabawiyah dan orang yang mencermati pada setiap sikap Rasulullah Saw., akan mendapati bingkai akhlak dan norma akhlak yang jelas, pada setiap tindakan (peristiwa) yang ada dalam sirah, tanpa terkecuali.

Hal ini tidak mengherankan, karena dengan akhlak ini, Allah Swt., telah menyifati Rasul-Nya dengan kata “Udzmah” (Agung), dalam firman-Nya memuji Rasul : (Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung). [QS Al-Qalam : 4].

Dari sini, maka keagungan dalam sirah Rasulullah tak terbatas, ia adalah keagungan dalam tataran teori dan keagungan dalam praktek. Rasulullah telah mengokohkan bahwa kaidah-kaidah etika yang agung yang ada dalam Kitab Allah, tak lain adalah kaidah yang dapat diamalkan dan kapabel untuk mengatur seluruh kehidupan umat manusia. Dan kaidah-kaidah tersebut adalah petunjuk nyata bagi mereka yang ingin mendapatkan hidayah. Sebagaimana kehidupan Rasulullah adalah cermin yang tulus dari setiap perintah Ilahi. Dan sungguh benar, Ummul Mukminin Aisyah r.a., dalam mengekspresikan akhlak Rasulullah, ketika beliau berkata : “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.[3]

BERSAMBUNG


  • Diterjemahkan dari buku Fan al-Taamul an-Nabawi ma-Ghair al-Muslimin (Dr. Raghib Al-Sirjani), penerjemah : Muhammad Anas/Islamicgeo

[1]  Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya (43), Imam Ahmad dalam Musnadnya (17182) dan Al-Hakim dalam Mustadrak (331), berkata Syaikh Al-Albani: Sahih.

[2]  Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak dari Abi Hurairah r.a. (1224), mengatakan : hadits ini sahih sesuai dengan syarat Muslim dan tidak mengeluarkannya. Dan berkata Ad-Dzahabi dalam Talkhishnya: hadits sesuai dengan syarat Muslim. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dalam sunannya (20571) dan Al-Albani mencamtumkannya dalam silsilah hadits Sahih No. (45).

[3] Ia adalah Ummul Mukminin Aisyah binti As-Shiddiq r.a, Istri Rasulullah  Saw. di dunia dan akhirat, beliau adalah istri yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw., salah seorang ulama di kalangan sahabat, wafat tahun 58 H., lihat: Ibnu Hajar : Al-Ishabah, biografi No. (11449) dan Ibnu Atsir : Asad Al-Ghabah 6/191.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini