”Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu dari kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sehingga Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (al-Baqarah: 109).
Dalam bahasa Arab kata dengki diistilahkan dengan al-Hasad, yaitu keinginan agar hilangnya nikmat dari orang lain, atau perasaan senang jika saudaranya mendapat musibah, atau keinginan berpindahnya suatu nikmat orang lain kepada dirinya. Lain halnya dengan ightibath, yaitu keinginan mendapatkan nikmat seperti orang lain tanpa ada keinginan beralihnya nikmat itu kepada dirinya. Seperti ilmu yang diamalkan, harta yang diinfakkan, kedudukan untuk mencari ridla Allah Swt. dan sebagainya.
Hasad berkaitan erat dengan dendam dan kemarahan pada diri seseorang. Sifat ini dilarang oleh Allah Swt. sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nisa, ”Adakah mereka dengki kepada manusia (nabi Muhammad Saw. lantaran nikmat) yang Allah berikan kepada mereka itu. Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kerajaan yang besar”. (An-Nisa (4): 54).
Nabi Saw. mengatakan, ”Hendaknya engkau menjauhi sifat dengki, karena sesungguhnya ia dapat mengikis amal kebaikan”. (HR. Muslim)
Secara umum, sifat dengki dapat menyebabkan lahirnya beberapa sifat negatif lainnya. Pertama, membawa dan menjerumuskan seseorang untuk melakukan perbuatan tercela. Kedua, mendorong melakukan maksiat. Ketiga, mendorong melakukan hal-hal yang mencelakakan orang lain. Keempat, menjadikan seseorang buta hati. Kelima, tak peduli pada tatanan hukum atau norma yang ada, dan Keenam, menjadikan seseorang terhalang dari nikmat Allah Swt.
Keberadaan manusia di muka bumi tidak lepas dari sifat-sifat kemanusiaan. Perbuatan manusia cenderung kepada kemauan hati, karena hati merupakan motor penggerak perbuatan yang dibantu dengan akal. Setiap manusia mungkin sependapat bila mereka menginginkan untuk menjadi orang yang baik. Namun terkadang ada sebagian yang ingin menjadikan dirinya baik walau dengan mengorbankan orang lain. Rasulullah Saw. mengingatkan umatnya agar tidak menjadikan dirinya seorang yang dianggap baik dengan cara mengorbankan orang lain. Dalam Al-Quran diperintahkan “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan aib orang” (Al-Hujuraat: 12).
Begitu pula Rasulullah Saw. memberi peringatan kepada orang-orang yang suka mencari-cari kesalahan dan membeberkan aib orang lain:
“Wahai orang-orang yang menyatakan beriman dengan lidahnya tetapi iman itu belum sampai ke hatinya! Janganlah kamu menyakiti orang-orang Islam, dan jangan kamu mencela mereka, dan janganlah kamu mencari-cari aib mereka, kerana barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya muslim niscaya Allah pun akan mencari-cari aibnya. Dan jika Allah mencari-cari aibnya Dia akan membukakan aibnya, walaupun dia bersembunyi di dalam rumahnya untuk tidak diketahui orang ramai.” (HR. Tirmidzi)
Sebaliknya Rasulullah Saw. telah menjamin balasan orang yang menutupi rahasia dan aib orang lain, “Dan barangsiapa menutupi rahasia seorang muslim niscaya Allah menutupi (rahasia) nya pada Hari Kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mu’adz pernah ditanya tentang hadis manakah yang ia anggap sebagai hadis terpenting. Sambil menangis tersedu-sedu, beliau menyebutkan hadis yang menuturkan tentang kisah orang-orang yang tidak diizinkan masuk syurga, bahkan dilaknati oleh para malaikat. Mereka adalah orang-orang yang sering melakukan Ghibah (mengumpat), beramal namun di balik amalannya itu dia menginginkan penampilan duniawi belaka, selalu takabur, selalu memasukkan unsur ujub di dalam jiwanya ketika melakukan suatu perbuatan, berbuat dengki kepada manusia, sum’ah (mencintai kemasyhuran), dan tidak mengikhlaskan amalannya hanya untuk Allah.
Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa kedengkian dan kebencian merupakan salah satu penyakit umat yang sangat berbahaya, dan sangat mempengaruhi agamanya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani, Rasulullah Saw. Bersabda: “Manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama dia tidak mempunyai rasa dengki”
Seseorang ketika mendengar saudaranya mendapat nikmat hendaknya ia turut gembira, bahkan ikut menyatakan kegembiraan itu dengan mengucapkan selamat. Alangkah indahnya bila hal ini bisa terjadi. Namun alangkah naifnya bila seseorang mendengar saudaranya mendapat nikmat, ia justru merasa tidak suka, jika demikian, ia telah diserang oleh suatu penyakit batin yang disebut dengki. Ingatlah, kedengkian memakan kebaikan seperti halnya api melalap kayu.